Powered By Blogger

Kamis, 20 Januari 2011

Fitoplankton


Plankton merupakan organisme mikroskopis yang hidup di perairan dan gerakannya sangat dipengaruhi oleh angin, arus air, dan pasang surut air. Plankton merupakan mata rantai yang paling penting serta paling berpengaruh dalam rantai makan di perairan.  Plankton sangat berperan penting dalam komunitas perairan, karena kehadirannya sangat mempengaruhi komunitas lain di perairan. Berdasarkan ukurannya plankton dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu: Ultramicroplankton : < 2 µm, Nanoplankton : 2-20 µm, Microplankton : 20-200 µm, Macroplankton : 200-2000 µm, dan Megaplankton : < 2000 µm (Goldman dan Horne 1983; Nybakken 1993).
  Plankton terbagi dalam 2 kelompok besar, yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan plankton berklorofil, yang mempunyai peran sangat penting dalam rantai makanan. Peran fitoplankton sama seperti peran tumbuhan di daratan yaitu sebagai produsen. Ada banyak pengelompokan fitoplankton, Goldman dan Horne (1983) mengelompokkannya dalam  beberapa kelompok yaitu:  Diatom misalnya  Asterionella, Melosira, Nitzschia, dan Navicula; Alga hijau misalnya Cladophora. Dinoflagellata contohnya Peridinium dan Ceratium. Ganggang hijau contohnya Oscilatoria, Anabaena, Nostoc, dan Phormidium; Chyrosophytes misalnya Mallomonas, Cryptodomonads misalnya Rhodomonas;  Euglenoids misalnya Euglena (Goldman dan Horne 1983).
Diatom merupakan organisme sel tunggal yang melimpah di daerah pesisir pantai dan di perairan terbuka. Walaupun diatom memiliki banyak bentuk, tampak luar seperti kotak. Diatom merupakan jenis fitoplankton yang paling banyak melakukan fotosintesis. Meskipun demikian, sebagian dapat juga menyerap energi pada saat kondisi gelap, dengan menyerap gula dan asam amino. Ada sebagian diatom yang tidak memiliki klorofil, sehingga mereka tidak mampu melakukan proses fotosintesis. Proses reproduksi yang dilakukan diatom sangat cepat. Contoh dari diatom adalah  Asterionella, Nitzschia, Thalassiosira, Rhizosolenia, Chaetoceros, Ditylum, Biddulphia. Kelompok fitoplankton yang lain adalah dinoflagellata. Dinoflagellata merupakan kelompok  fitoplankton bersel satu, yang memiliki flagella untuk bergerak. Contohnya  Gymnodinium, Gonyaulax, Peridinium, dan Ceratium (Castro dan Huber 2000; Brounstein et al. 1997; Goldman dan Horne 1983).
Fitoplankton memiliki peran yang sangat penting di perairan baik perairan darat, laut maupun estuari. Hal ini karena fitoplankton bertindak sebagai produsen utama di komunitas perairan tersebut. Fitoplankton dapat membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Oleh karena itu fitoplankton membutuhkan sinar matahari. Keberadaan fitoplankton akan mempengaruhi keberadaan zooplankton sebagai herbivor yang memakan fitoplankton. Keberadaan zooplankton akan memberikan pengaruh pada kemelimpahan konsumen diatasnya seperti ikan. Di perairan estuari, fitoplankton juga memiliki peran yang sangat penting. Seperti yang diketahui di daerah estuari sumber utama yang paling besar berasal dari detritus yang berasal dari daun mangrove yang berada di estuari (Castro dan Huber 2000).
Menurut Odum (1971), suplai energi utama di estuari berasal dari seresah mangrove  berupa daun, ranting, batang, dan buah. Selain dari mangrove, sumber energi yang masuk ke dalam estuari adalah dari fitoplankton. Pada gambar 2, dapat dilihat dengan jelas, bahwa fitoplankton memiliki peran sebagai sumber makanan bagi organisme lainnya. Sehingga jejaring makanan di ekosistem hutan bakau disebut bebasis detritus (Odum 1971; Castro dan Huber 2000).
            Menurut Goldman (1983), pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton bersifat  dinamis yaitu dapat bloom atau sangat rendah. Di negeri 4 musim pertumbuhan fitoplankton meledak karena merespon pada musim dan tersedianya hara. Sehingga terjadi peledakan pada musim semi dan musim gugur. Sedangkan pada musim dingin populasinya sedikit. Sebaliknya di perairan tropika, selama hara tersedia pertumbuhannya bersifat kontinum. Di perairan tropika sepanjang tahun sinar matahari selalu optimal. Di danau yang dalam penyinaran matahari menyebabkan suhu permukaan lebih tinggi.  Hal ini akan menyebabkan fitoplankton dapat tumbuh melakukan proses fotosintesis secara optimal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan kemelimpahan fitoplankton antara permukaan dan dasar perairan karena tidak terjadi pengadukan (Goldman dan Horne 1983; Nybakken 1993).
Fitoplankton terdistribusi di semua perairan, baik di perairan darat maupun perairan laut, serta di estuari. Fitoplankton terdistribusi secara vertikal pada perairan  yang dalam. Distribusi fitoplankton secara vertikal bisa mencapai kedalaman 150 m. Akan tetapi distribusi fitoplankton yang paling melimpah adalah di kedalaman 20 m, hal ini karena intensitas cahaya matahari yang sampai pada jeluk ini hanya sekitar 50 %. Fitoplankton juga melakukan migrasi vertikal (vertical migration). Fitoplankton pada siang hari akan naik ke permukaan untuk menyerap cahaya matahari sebagai sumber energi untuk melakukan fotosintesis, sedangkan pada malam hari akan turun ke dasar perairan dan melakukan proses respirasi. sebaliknya zooplankton pada siang hari  akan turun ke dasar permukaan air dan pada malam hari akan naik ke permukaan air (Brounstein et al. 1997; Goldman dan Horne 1983; Nybakken 1993).
Tipe dan kemelimpahan fitoplankton di estuari sangat berubah-ubah mengikuti perubahan arus, salinitas, dan suhu air. Air yang memiliki turbiditas yang tinggi menghalangi penetrasi cahaya yang membatasi produktifitas primer dari fitoplankton. Di estuari yang kecil, jenis fitoplankton yang terdapat di dalamnya merupakan dari jenis perairan laut yang masuk keluar estuari karena adanya pasang surut. Sedangkan di estuari yang luas, komunitas fitoplankton yang ada di dalamnya konstan dan merupakan jenis asli estuari tersebut. Dalam pertumbuhan fitoplankton, sangat dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia lingkungan (Castro dan Huber 2000).

Faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi pertumbuhan phytoplankton
Cahaya — Cahaya matahari merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan fitoplankton. Proses fotosintesis hanya mungkin dapat dilakukan oleh fitoplankton jika intensitas cahaya matahari mencukupi. Ini berarti fitoplankton sangat membutuhkan cahaya matahari dalam proses hidupnya. Jeluk air yang ditembus oleh cahaya dan jeluk tempat fotosintesis berlangsung dipengaruhi oleh penyerapan cahaya dalam kolum air, panjang gelombang cahaya, transparansi, pantulan dari permukaan air, letak lintang, dan musim. Intensitas cahaya diatas 50 % dan dibawah 50 % kemelimpahan fitoplankton sangat sedikit. Hal ini akan menyebabkan proses fotosintesis tidak berjalan dengan maksimal. Ada dua hal yang yang mendukung fenomena ini yaitu, pada intensitas cahaya yang tinggi, fotosintesis pada alga mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena intensitas cahaya yang tinggi akan merusakkan klorofil, sehingga proses fotosintesis akan mengalami gangguan dan tidak berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya jika intensitas cahaya sangat rendah, maka proses fotosintesisnya juga tidak berjalan dengan baik, karena jumlah cahaya yang tidak mencukupi untuk melakukan proses fotosintesis (Castro dan Huber 2000; Goldman dan Horne 1983; Lionard 2005; Nybakken  1993).
Menurut Lerman (1986), di perairan samudra intensitas cahaya (sinar biru) dapat masuk sampai ke kedalaman 100 m. Perairan pantai atau paparan benua intensitas cahaya dapat masuk sampai ke kedalaman 20 m. Sedangkan di estuari secara umum adalah 1-6 m (Gambar 3). Akan tetapi hal ini juga sangat berkaitan erat dengan turbiditas estuari tersebut. Semakin tinggi turbiditasnya maka penetrasi cahaya yang masuk semakin sedikit, begitu juga sebaliknya. Setiap jenis fitoplankton memiliki perbedaan intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Cabrita et al, 1999; Castro dan Huber 2000; Lerman 1986; Nybakken  1993; Sumich 1999).
Salinitas -- Salinitas di estuari berfluktuatif secara dramatis dari waktu ke waktu. Ketika air laut dengan salinitas sekitar 35 ‰  bercampur dengan air tawar yang berasal dari sungai dengan salinitas 0 ‰. Proses percampuran ini kemudian membentuk gradien salinitas yaitu 5-30 ‰ yang merupakan nilai salinitas di estuari normal. Untuk dapat bertahan hidup di ekosistem estuari yang memiliki banyak variabel, fitoplankton  yang hidup di estuari harus dapat beradaptasi dan bertoleransi dengan adanya fluktuasi salinitas. Distribusi dan kemelimpahan fitoplankton di estuari secara kontinyu berubah akibat adanya perubahan salinitas dalam waktu yang singkat, seperti pada saat masuknya aliran air tawar, pasang surut,  dan masuknya air karena hujan. Sedangkan dalam jangka waktu yang lama,  seperti naik dan turunnya permukaan air laut karena mencairnya es di kutub (Castro dan Huber 2000; Lerman 1986; Nybakken  1993; Sumich 1999).

            Air laut yang asin selalu berada di bawah, dan mengalir membentuk lapisan garam. Lapisan garam ini bergerak mundur seterusnya mengikuti ritme pasang surut. Lapisan garam akan bergerak naik ke permukaan estuari pada saat pasang dan kemudian kembali pada saat surut. Jika suatu area yang mengalami pasang surut pada siang hari, maka organisme akan mengalami dua kali perubahan salinitas (Castro dan Huber 2000; Nybakken  1993; Sumich 1999).
            Turbiditas -- Jumlah partikel-partikel suspensi yang terdapat dalam air di estuari pada setiap tahunnya adalah sangat besar, oleh sebab itu turbiditas di estuari sangat tinggi. Tingginya turbiditas terjadi pada saat tingginya suplai air dari sungai. Secara umum turbiditas rendah di sekitar mulut estuari, dimana jumlah air laut lebih besar. Pengaruh turbiditas adalah menyebabkan penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air sangat rendah. Hal ini akan menyebabkan penurunan proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Pada akhirnya hal ini akan mengurangi produktivitas estuari tersebut (Castro dan Huber 2000, Nybakken  1993, and Sumich 1999).
            Nutrien -- Tidak hanya carbon dioxida, air dan sinar matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis. Banyak nutrien yang dibutuhkan fitoplankton untuk pertumbuhan dan reproduksi terutamanitrat (NO3-), ammonium (NH4+) dan phosphat (PO43-).  Produktifitas primer yang dilakukan oleh fitoplankton  sangat membutuhkan nutrien dalam jumlah besar. Nutrien yang paling banyak dibutuhkan adalah nitrogen dan phosphat. Nitrogen dibutuhkan untuk membuat asam amino dan asam nukleat,  sedangkan phosphat diperlukan untuk membuat tenaga (ATP). Sehingga nutrien  merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Selain nitrogen dan phosphat, fitoplankton juga membutuhkan bahan organik yang lainnya yaitu C, H, O, dan vitamin. Di lokasi yang nutriennya melimpah akan direspon dengan melimpahnya fitoplankton (Castro dan Huber 2000; Cloern 1999; Lerman 1986; Nybakken  1993;  Sumich 1999; dan Wetzel 2001).
            Fitoplankton memiliki mekanisme respon terhadap phosphat. Pada saat konsentrasi phosphat di perairan rendah maka fitoplankton akan mengeluarkan enzim alkaline phosphatases. Enzim ini dikeluarkan untuk membebaskan phosphat dari molekul organik. Ketika di perairan konsentrasi phosphatnya tinggi maka fitoplankton akan merespon dengan mekanisme luxury consumption. Mekanisme ini adalah mengambil PO4 dari perairan dan menyimpan phosphat tersebut  dalam sel dalam bentuk granula PO4, dan akan digunakan jika kondisi phosphat di lingkungan sedikit atau kurang. Genus fitoplankton yang dapat melakukan Luxury consumption adalah Asterionella, Selenastrum, dan Cyclotella (Goldman dan Horne 1983).
            Tingginya input hara yang masuk ke dalam sistem akan merangsang produktifitas primer. Di lain pihak, tingginya suplai hara yang masuk ke dalam sistem yang melebihi ambang batas akan meyebabkan terjadinya peledakan fitoplankton. Sungai membawa dalam jumlah besar partikel sedimen dan material yang lainnya masuk ke dalam estuari. Sebagian besar estuari didominasi  oleh partikel sedimen. Partikel sedimen ini di bawa oleh air laut dan air sungai. Partilek sedimen yang masuk ke dalam estuari mengandung banyak bahan organik. Material bahan organik ini merupakan sumber makanan yang melimpah bagi kehidupan organisme estuari. Air laut selalu membawa suspensi material atau substrat masuk ke dalam estuari. Ketika di estuari, gerakan air yang lemah akan menjaga berbagai partikel untuk tetap berada di dalam suspensi.  Hasilnya pertikel-partikel ini akan memberi kontribusi pada formasi dari substrat lumpur atau pasir yang berada di dasar estuari (Castro dan Huber 2000; Gameiro et al. 2004; Nybakken  1993; Sumich 1999; Twomey et all, 2005).
Suhu -- Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton.  Intensitas cahaya dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan fitoplankton, sepanjang meningkatnya suhu. Reaksi fotosintesis pada fitoplankton memiliki batasan intensitas cahaya. Reaksi ini memiliki suhu tersendiri, kecuali suhu di bawah 5 0 C. Interaksi antara cahaya dan temperatur akan memberikan gambaran profil vertikal dari distribusi fitoplankton. Fitoplankton terdistribusi berdasarkan intensitas cahaya dan suhu. Suhu minimal fitoplankton dapat melakukan proses fotosintesis adalah 5 0 C. Semakin tinggi suhu dan semakin tinggi intensitas cahaya, maka proses fotosintesis semakin tinggi. Suhu maksimal fitoplankton melakukan fotosintesis adalah 300 C. Ini menggambarkan fitoplankton terdistribusi di gradien suhu dari 5-30  0 C (Wetzel 2000).

3 komentar:

  1. minta daftar pustakanya dong :) Terimakasih

    BalasHapus
  2. can i ask a question about type of freshwater phytoplankton eaten by fresh water snails??would u tell me their scientific name because i have a biology mini project assignment to be done.i had search about them but cant find it.maybe u know about this.

    BalasHapus